Fintech Terindikasi Melakukan Penagihan Secara Tidak Pantas, OJK: Sanksi Administratif Menanti

Fintech Terindikasi Melakukan Penagihan Secara Tidak Pantas, OJK: Sanksi Administratif Menanti

Baru-baru ini, metode penagihan oleh fintech peer to peer (P2P) lending melalui pihak ketiga atau debt collector menjadi sorotan lantaran dituding menggunakan metode peneror. Menanggapi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan akan memberlakukan sanksi administratif jika terbukti adanya pelanggaran dalam proses penagihan melalui debt collector.

Edi Setijawan, Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, menegaskan bahwa apabila terdapat pelanggaran dalam proses penagihan melalui debt collector, penyelenggara fintech P2P lending harus mempertanggungjawabkan segala konsekuensi yang muncul dari kerja sama penagihan tersebut. Ia juga menambahkan bahwa sanksi administratif sesuai dengan ketentuan yang ada akan diberlakukan.

“Sanksi administratif yang bisa diberikan meliputi peringatan tertulis, pembatasan aktivitas bisnis, hingga pencabutan izin operasional,” ungkapnya saat berbicara dengan Kontan.co.id, Senin (2/10).

Lebih lanjut, Edi menyatakan bahwa sanksi tersebut dapat diikuti dengan pemblokiran sistem elektronik penyelenggara.

Di sisi lain, Edi mengklarifikasi bahwa penggunaan jasa debt collector oleh fintech P2P lending sebenarnya diperkenankan. Hal ini sesuai dengan POJK nomor 10/POJK.05/2022 yang mengatur mengenai prosedur penagihan, khususnya pada pasal 102 hingga 104.

Dalam Pasal 102 ayat (1), dijelaskan bahwa penyelenggara harus melakukan penagihan kepada Penerima Dana, setidaknya dengan mengirimkan surat peringatan sesuai dengan periode yang disepakati dalam perjanjian pendanaan antara Pemberi Dana dan Penerima Dana.

“Selain itu, Pasal 103 ayat (1) dan ayat (4) menegaskan bahwa penyelenggara dapat berkolaborasi dengan pihak ketiga untuk melaksanakan penagihan. Namun, penyelenggara harus memastikan bahwa segala dampak yang muncul dari kerja sama tersebut menjadi tanggung jawab mereka,” tambahnya.

Edi menekankan pada Pasal 104 ayat (1) yang menyebutkan bahwa dalam proses penagihan, penyelenggara harus memastikan bahwa metode yang digunakan sesuai dengan norma sosial dan peraturan yang berlaku.

Dalam ketentuan tersebut, proses penagihan oleh fintech P2P lending bisa dilakukan secara internal atau melalui kerja sama dengan pihak ketiga. Jika memilih untuk bekerja sama dengan pihak ketiga, pihak tersebut harus memastikan memiliki sumber daya manusia yang telah tersertifikasi di bidang penagihan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

⚠️ Hati-hati & Waspada


Kami, PT TRI USAHA BERKAT (LinkQu), adalah perusahaan resmi yang menyediakan layanan transfer uang. Kami telah mendapatkan izin dan diawasi oleh Bank Indonesia, dengan Nomor Lisensi: 21/250/Sb/7. Penting untuk diketahui bahwa kami tidak terkait dengan kegiatan ilegal apapun dan bukan termasuk perusahaan atau bisnis pinjaman online, investasi, game, atau jenis usaha lainnya.

Kami ingin mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dengan penipuan yang mengaku sebagai PT Tri Usaha Berkat (LinkQu). Kami tidak terlibat dalam kegiatan pinjaman online, investasi, atau game. Jika Anda menerima tawaran atau permintaan yang mencurigakan mengatasnamakan PT Tri Usaha Berkat (LinkQu), kami sarankan untuk segera melapor ke pihak berwenang serta menginformasikannya kepada kami.
Selalu waspada terhadap penipuan pinjaman online, investasi, atau jenis penipuan lainnya yang bisa merugikan Anda.

Share Yuk! 👇

Aplikasi Transfer Uang Super Cepat, Ringan dan Simpel

Aplikasi transfer uang super cepat & ringan