Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan mata uang rupiah digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC). Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Ryan Rizaldy memperjelas, penerbitan uang rupiah digital tidak akan hilangkan peredaran uang tunai.
Hal tersebut dia sampaikan pada sesi diskusi, yang merupakan acara sambilan (side event) pertemuan ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG) dan Deputi Bidang Keuangan dan Bank Sentral G20 (FCBD) di Bali.
“Intinya tidak untuk menghilangkan tetapi menambah alat pembayaran, seperti dompet atau uang elektronik yang ada saat ini,” kata Ryan seperti dilansir dari Antara, Rabu (13/7/2022).
Ryan menerangkan, adanya CBDC di Indonesia, warga diharap mempunyai pilihan alat pembayaran untuk transaksi, maka dari itu uang rupiah digital dapat memperkaya peluang itu.
Design awalnya rupiah digital akan dikeluarkan di akhir tahun 2022 lewat white paper. Tetapi design itu bukan design final, hingga akan dibutuhkan saran dari pelaku industri dalam consultated paper di awal tahun 2023.
“Setelah itu barulah uji coba yang akan membutuhkan waktu lama. Negara lain paling cepat menerapkan uji coba selama 6 bulan, adapula yang berkali-kali melakukan uji coba,” tutur Ryan.
Dia sampaikan, uang rupiah digital nanti tidak akan berbeda jauh dengan uang electronic. Ketidaksamaan utamanya cuma akan berada pada lembaga penerbit di mana CBDC akan diterbitkan oleh BI.
Dan uang electronic diterbitkan oleh bank umum dan dompet digital diterbitkan oleh lembaga non-bank.
Table of Contents
ToggleKelebihan uang rupiah digital
Menurut Ryan, uang rupiah digital punyai kelebihan dibandingkan yang lain, yakni resikonya lebih kecil dibandingkan uang elektronik. Karena resiko credit bank sentral lebih rendah dibanding instansi yang lain.
“Uang itu dasarnya kepercayaan sehingga masyarakat punya akses kepada kepercayaan yang diharapkan. Ini yang sebenarnya jadi bagian dari upaya kami untuk memberikan layanan publik pada masyarakat dan bagaimanapun penciptaan uang itu adalah fungsi bank sentral, sehingga kami menyesuaikan dengan zaman,” papar Ryan.
Di kesempatan yang sama, Dana Moneter Internasional (IMF) tidak merekomendasikan beberapa bank komersil bergantung pada uang rupiah digital (CBDC) walau ada manfaat yang ditawarkan khususnya untuk peningkatan layanan pembayaran.
Division Chief in the Monetary and Capital Markets Department IMF Tommaso Mancini Griffoli menerangkan, CBDC mempunyai keterbatasan jika dibanding dengan mata uang konvensional. Satu diantaranya ialah factor kestabilan.
“Kita harus membandingkan deposito di bank komersial dan CBDC terutama dari segi stabilitasnya sebagai alat penyimpanan, dan dari segi kemudahannya sebagai alat pembayaran. Sejauh ini, belum jelas apa CBDC lebih unggul (daripada deposito bank komersial),” sebut Griffoli saat jawab pertanyaan salah satu peserta diskusi.
Dia menambah jika CBDC, misalnya, tidak tawarkan suku bunga (interest rate) sementara deposito bank komersil memberi jaminan yang lebih bagus, karena itu alat yang ke-2 lebih aman. Bila kondisinya begitu, maka beberapa bank masih akan mempertahankan deposito.
Dia juga menegaskan CBDC perlu dilihat sebagai pelengkap, bukan alat yang utama.
“Jika melihat dari berbagai modelnya, CBDC bukan sekadar instrumen alat tukar digital, tetapi dia punya potensi menjadi sebuah jaringan, platform, dan CBDC dapat menjadi dasar bagi sektor swasta untuk mengembangkan layanan pembayaran,” katanya.
“Buat saya, kita kemungkinan tidak akan hanya mengandalkan CBDC. Saya tidak berpikir ke sama, dan saya tidak menyarankan demikian, karena ada banyak solusi yang tersedia untuk berbagai persoalan yang ada,” sambungnya.
Rumusan Bank Indonesia dalam mengeluarkan uang rupiah digital
Bank Indonesia (BI) sudah merumuskan panduan dalam mengeluarkan central bank digital currency (CBDC) alias rupiah digital. Salah satunya yang hendak dipertimbangkan ialah dapat dipakai untuk transfer tunai dan digunakan dalam transaksi surat berharga negara (SBN).
Deputi Gubernur BI Juda Agung menerangkan ada tiga rumusan masalah yang penting jadi perhatian dengan baik pada merancang CBDC.
“Kami perlu mengeksplorasi bagaimana kami dapat memanfaatkan fitur program CBDC untuk memfasilitasi transfer tunai dan surat berharga yang efisien, dan untuk memberikan layanan inovatif baru kepada pelanggan,” terang Juda dalam High Level Remarks: G20 Tech Spirit Central Bank Digital Currency Midpoint Event, Selasa (12/7/2022).
Adapun rumusan masalah ke-2 yang jadi pedoman oleh BI yaitu rupiah digital akan direncanakan agar bisa menyasar semua warga di Indonesia, terutamanya untuk wilayah terpencil dan tertinggal, hingga CBDC bisa diterapkan secara baik.
“Bagaimana kita dapat memungkinkan CBDC (Rupiah digital) untuk menyediakan jalur alternatif bagi orang-orang yang tidak memiliki rekening bank untuk membuka rekening transaksional dan berpartisipasi dalam ekonomi digital,” terang Juda.
Selanjutnya, BI ingin supaya rupiah digital sama-sama tersambung atau interoperabilitas, interkonektivitas, dan integrasi (3I) untuk mengintegrasikannya dalam sistem pembayaran.