Beberapa waktu lalu, kami mencermati adanya penurunan signifikan dalam aktivitas transaksi aset kripto nasional. Pada Februari 2025, nilai transaksi kripto tercatat sebesar Rp 32,78 triliun. Angka ini menurun sekitar 25,6% dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 44,07 triliun.
Kami menilai kondisi ini tidak lepas dari berbagai faktor global yang turut memengaruhi psikologi pasar. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, juga menyampaikan bahwa gejolak global, seperti kebijakan tarif yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump, ikut memberikan tekanan terhadap pasar aset kripto.
“Kemarin seperti diketahui, walaupun ya secara umum kalau kita lihat, khususnya aset kripto terbesar yaitu Bitcoin, tidak mengalami penurunan sedrastis seperti katakanlah aset-aset keuangan lain, misalnya yang terjadi kemarin karena ada gejolak perkembangan kebijakan tarif (AS),” ujar Hasan dalam keterangannya kepada media, Kamis (24/4/2025) di kantor OJK, Jakarta.
Lebih lanjut, Hasan menjelaskan bahwa indikator fear and greed dalam perdagangan kripto menunjukkan kecenderungan ke arah ketakutan (fear). Artinya, banyak investor saat ini memilih untuk menahan diri dan tidak melakukan transaksi secara agresif. Hal ini memperlihatkan sentimen kehati-hatian yang tinggi dari pelaku pasar.
Meski demikian, dari sisi adopsi, kripto justru masih menunjukkan tren pertumbuhan. Jumlah pengguna aset kripto per akhir Februari 2025 tercatat sebanyak 23,31 juta, naik dari 22,92 juta pengguna pada Januari. Ini mengindikasikan bahwa meskipun transaksi mengalami penurunan, ketertarikan masyarakat terhadap aset kripto masih kuat.
“Nah, berarti kita masih melihat bagaimana minat dan animo para konsumen baru di aset kripto nasional yang tetap meminati untuk mulai bergabung dan menjadi konsumen di kegiatan aset kripto, khususnya untuk melakukan investasi dan transaksi aset-aset kripto dimaksud,” ungkap Hasan.
Bagi kami, ini adalah sinyal yang menunjukkan bahwa ekosistem kripto Indonesia tetap tumbuh dan berkembang. Penurunan transaksi saat ini bukan akhir dari cerita. Malah, menurut Hasan, ada kemungkinan besar tren akan berbalik arah dalam waktu dekat.
“Kalau kita perhatikan di bulan ini yang tentu nanti akan kami sampaikan, kemungkinan akan ada pembalikan sejalan dengan pembalikan dari tingkat harga acuan Bitcoin misalnya sebagai aset kripto terbesar,” tambahnya.
OJK pun menaruh harapan bahwa sepanjang 2025, adopsi terhadap aset kripto akan terus meningkat. Khususnya dari sisi onboarding atau masuknya konsumen dan investor baru ke dalam pasar ini. Kenaikan partisipasi ini diharapkan tetap signifikan dan menjadi kekuatan utama dalam menjaga momentum pertumbuhan industri kripto nasional.
Sebagai pelaku di industri teknologi finansial, kami melihat dinamika ini sebagai pengingat pentingnya edukasi, pemantauan risiko, dan pengambilan keputusan yang bijak. Aset kripto memang menawarkan potensi besar, tapi juga memerlukan kehati-hatian tinggi—terutama saat volatilitas pasar sedang meningkat.