Ketahanan di lapangan jasa keuangan, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masih tegak lurus. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) menghadirkan performa intermediasi yang kuat, didukung oleh modal serta tingkat likuiditas yang memadai.
Fakta ini lahir di tengah gejolak ekonomi dan pasar keuangan dunia, juga diperparah oleh penurunan tren harga komoditas penunjang ekspor. Meski demikian, OJK tetap merasa optimis.
Tantangan yang tak terhindarkan adalah melambatnya tren kredit. Pada bulan Juni 2023, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK), Mahendra Siregar, menyebut bahwa pertumbuhan kredit perbankan berada di angka 7,76% (yoy), turun dari angka bulan sebelumnya yang mencapai 9,39%. Kredit investasi menjadi penyumbang utama pertumbuhan ini, dengan kenaikan mencapai 9,60% yoy.
Serentak dengan kondisi likuiditas global yang semakin ketat, Dana Pihak Ketiga (DPK) masih mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, yakni sebesar 5,79% yoy, di mana deposito menjadi motor utama pertumbuhan tersebut.
Kondisi ini mendorong likuiditas perbankan sedikit merosot, namun masih berada jauh di atas ambang batas. Hal ini dapat dilihat dari Rasio Alat Likuid/Noncore Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) yang berada pada angka 119,04% dan 26,73%—jauh melebihi ambang batas sebesar 50% dan 10%.
Mahendra menambahkan bahwa Liquidity Coverage Ratio (LCR) juga berada dalam kondisi yang memadai, yaitu pada angka 230,24%, melampaui ambang batas sebesar 100%. Sementara itu, dari sisi modal, Capital Adequacy Ratio (CAR) masih kuat dan berada pada level 25,41%.
Di sisi lain, risiko kredit juga memperlihatkan perbaikan. Non-Performing Loan (NPL) gross menunjukkan penurunan ke level 2,44%, dan NPL net 0,77% (turun dari Mei: 0,77%).
Sebagai penutup, kredit restrukturisasi akibat dampak Covid-19 terus menunjukkan penurunan dan berada pada angka Rp361,04 triliun, sementara jumlah debitur juga turun menjadi 1,57 juta debitur.